Tuesday, December 31, 2013

TAK BIASA BERFIKIR LOGIS, MAKA CENDERUNG TAK JUJUR



 Artikel ini saya ambil dari kirimkan email Abi Wahyu, semoga berkenan membacanya, sebagai artikel di penutup tahun 2013

Dear All,
Ditengah-tengah didengungkannya masalah integritas dalam perusahaan kita, berikut saya sampaikan tulisan yang cukup menarik tentang nilai-nilai kejujuran yang dikaitkan dengan proses berfikir dalam otak manusia..,
Selamat menikmati, semoga bermanfaat….
TAK BIASA BERFIKIR LOGIS, MAKA CENDERUNG TAK JUJUR
Perbuatan Jujur akhir-akhir ini semakin langka ditemukan dalam masyarakat, hampir disetiap sector kehidupan ketidakjujuran sudah menjadi bumbu yang sering kita temukan dalam kehidupan  sehari-hari. Mulai di bidang Sosial, Ekonomi, Politik, Hukum, Agama, bahkan yang lebih parah dalam dunia pendidikan sekalipun, yang seharusnya menjadi gerbang dan teladan kejujuran, belakangan dicoreng moreng oleh oknum guru dan kepala sekolah menyuruh siswa-siswinya mencontek demi kepentingan menjaga citra baik dan akreditasi sekolah.
Manusia berbuat tidak jujur karena ingin mencari kenyamanan, kesenangan dan ketenangan, demikian disampaikan oleh Sekjen Masyarakat Neurosains Indonesia, Taufiq Pasiak. Beliau menambahkan, “usaha mencari kebahagiaan adalah sifat alamiah manusia. Tetapi sebagian orang mencari kebahagiaan dengan berlaku tidak jujur. Padahal kebahagiaan yang diperoleh dengan cara berdusta, manipulative, hingga tak berlaku amanah itu bersifat sementara dan semu. Otak manusia, defaultnya diciptakan oleh Allah agar manusia berbuat jujur, tetapi ada bagian otak manusia yang berperan membuat manusia tidak jujur”, katanya
Pada saat manusia dihadapkan pada hal-hal yang menuntut kejujuran, pikiran sadarnya akan terusik. Proses ini berlangsung dibagian otak paling depan yang disebut Kortex Prefrontalis. Bagian otak ini berperan dalam pengambilan keputusan, termasuk tindakan menimbang, menganalisa, hingga memperhitungkan resiko, baik buruk maupun untung rugi sebuah keputusan atau tindakan.
Proses pengambilan keputusan sejatinya adalah proses berfikir. Dengan berfikir, setiap stimulus yang muncul dipilah dan dipilih terlebih dahulu untuk selanjutnya memikirkan tindakan apa yang akan dilakukan.
Kecepatan berfikir untuk pengambilan keputusan berbeda pada tiap orang. Ada yang cepat namun ada pula yang lambat. Kecepatan berfikir sangat tergantung pada dibiasakannya atau tidak nya otak untuk berfikir. Ada sebagian orang yang tidak mampu memikirkan tindakan yang akan dilakukan atau berfikir dengan tergesa-gesa. Adapula orang yang berfikir setelah tindakan dilakukan. Itu menunjukkan stimulus yang ada langsung direspon dengan tindakan impulsive yang terkadang destruktif dan menimbulkan penyesalan.
Tindakan yang diambil tanpa proses berfikir sebelumnya menunjukkan kurang berperannya kortex prefrontalis. Bagian otak yang lebih mendominasi pengambilan keputusan yang tergesa-gesa adalah system Limbik di otak bagian tengah. Sisteim Limbik mengatur hal-hal terkait emosi seperti rasa takut, cemas atau khawatir. Karena emosi lebih mengemuka dalam pengambilan keputusan, tindakan yang diambil adalah hal-hal yang menenangkan dan menyenangkan emosi saja, tindakan untuk bertahan hidup semata dan tidak memperhitungkan dampak jangka panjang.
Saat berbuat jujur, otak mengeluarkan Serotonin dan Oksitosin, zat kimia pengirim sinyal (neurotransmitter) yang membuat manusia merasa nyaman, tenang, lega dan bahagia.
Adapun saat berlaku tidak jujur, neurotransmitter yang muncul adalah Kortisol yang membuat manusia merasa bersalah, stress, tertekan was-was dan tidak nyaman. Ini yang membuat manusia tidak jujur selalu diliputi rasa ketakutan jika kebohongan tertungkap.

EVOLUSI OTAK
Menurut Taufiq Pasiak, otak bagian depan manusia dan kortex prefrontalis adalah bagian otak yang berkembang paling terakhir dalam evolusi otak mahluk hidup, hingga disebut Neokortex. Otak berbagai binatang lebih banyak didominasi oleh otak bagian tengah  (tempat system Limbik) dan otak bagian belakang (Paleokeotex). Kondisi ini membuat nilai kejujuran hanya ada pada  manusai. Dominasi otak bagian tengah dan belakang pada binatang membuat keputusan yang diambil binatang hanya digunakan untuk bertahan hidup, tidak memperhitungkan benar atau salah. Karena kemampuan berfikir di Neokortex inilah manusia disebut homosapiens artinya mahluk yang bijaksana.
Karena sudah ada dalam otak manusia, manusai tidak perlu diberi pelajaran kejujuran terlebih dahulu untuk berbuat jujur. Kejujuran tidak berkaitan dengan pelajaran agama. Ini membuat manusia yang tidak beragama pun bisa berbuat jujur. Agama memperpendek proses pembelajaran tentang kejujuran dan menunnjukkna apa dan bagaimana kejujuran itu, katanya. Sebelum ada agama, manusia harus berusaha keras menjelaskan apa itu kejujuran dan dusta, kerna keduanya merupakan hal-hal yang bersifat abstrak.
meski kejujuran adalah  bawaan manusia, tidak ada seseorang yang tidak pernah berbohong, karena itu, bohong besar bila ada orang yang mengaku tidak pernah berbohong. Dalam hidup  manusia selalu ada hal-hal yang mengganggu kenyamanan dan sifat alamiah manusia selalu ingin mempertahanakan kenyamanan itu, kalau perlu berbuat tidak jujur.
Dalam nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, ada ketidakjujuran yang bisa ditolerir, yang dikenal dengan istilah white lie (bohong putih). Tindakan itu biasanya dilakukan untuk melindungi atau mencapai tujuan yang lebih besar.  Mencontek, memanipulasi anggaran atau berbohong dengan dalih melindungi Institusi tertentu tidak termasuk dalam bohong putih, karena dalam jangka panjang perbuatan itu memiliki daya rusak yang hebat.
Bagus Riyono (dosen Psikologi Motivasi UGM) mengatakan : ketidakjujuran disebabkan tidak adanya kearifan dalam bertindak. Akibatnya tindakan yang diambil lebih banyak didasari atas kepentingan sementara, kepentingan pribadi atau kepentinga golongan, keinginan berlebih terhadap materi atau pengakuan orang lain. Walhasil, kepentingan jangka panjang dan yang lebih besarpun terabaikan.
PENDIDIKAN
Upaya membentuk manusia yang jujur dapat dimulai dari pendidikan yang mengedepankan logika siswa. Hal itu Karena kejujuran terkait dengan kemampuan berfikir atau menalar. Kemampuan berfikir logis akan merangsang dan membiasakan kortesx prefonrtalis siswa aktif bekerja.  Selama system pendidikan Indonesa masih mengutamakan kemampuan menghapal dan mengabaikan dengan menalar atau berfikir logis, maka koruptor baru akan terus bermunculan di negeri ini.
Otak bersifat plastis, alias mudah dibentuk,. Struktur otak dapat berubah akibat kondisi lingkungan yang berubah. Karena itu, jika kemampuan menalar tidak dibangun, jika otak tidak dibiasakan untuk menganalisa sesuatu, jika Kortex Prefrontalis jarang di aktifkan melalui proses berfikir, maka  proses pengambilan keputusan yang mendorong berbuat untuk jujur pun tidak akan berkembang.
Bagus menambahkan, kemampuan logika saja tidak cukup utnuk membangun kejujuran. Perbuatan jahat juga bisa dicarikan penjelasan logisnya. Pendidikan yang mengedepankan kemampuan bernalar juga harus diikuti pemahaman mengenai perspektif yang benar tenatang hidup dan hakikat kehidupan
Keraifan, perspektif hidup, dan hakikat kehidupan seharusnya dapat diperoleh siswa melalui pendidikan agama. namun, Bagus yang juga Wail Ketua Asosiasi Psikologi Islami menilai, pendidikan agama di Indonesai masih menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat ritual, bukan membangun spirirutal siswa.
Pendidikan agama masih berorientasi pada persoalan syariat atau hukum agama, belum menyentuh hakikat atau hal-hal dibalik syariat, demikian kata Bagus.
Wallahu’alam bishoab..

Salam

YU