Artikel ini saya ambil dari kirimkan email Abi Wahyu, semoga berkenan membacanya, sebagai artikel di penutup tahun 2013
Dear All,
Ditengah-tengah didengungkannya
masalah integritas dalam perusahaan kita, berikut saya sampaikan tulisan yang
cukup menarik tentang nilai-nilai kejujuran yang dikaitkan dengan proses
berfikir dalam otak manusia..,
Selamat menikmati, semoga
bermanfaat….
TAK BIASA BERFIKIR
LOGIS, MAKA CENDERUNG TAK JUJUR
Perbuatan
Jujur akhir-akhir ini semakin langka ditemukan dalam masyarakat, hampir disetiap
sector kehidupan ketidakjujuran sudah menjadi bumbu yang sering kita temukan
dalam kehidupan sehari-hari. Mulai di bidang Sosial, Ekonomi, Politik, Hukum,
Agama, bahkan yang lebih parah dalam dunia pendidikan sekalipun, yang seharusnya
menjadi gerbang dan teladan kejujuran, belakangan dicoreng moreng oleh oknum
guru dan kepala sekolah menyuruh siswa-siswinya mencontek demi kepentingan
menjaga citra baik dan akreditasi sekolah.
Manusia
berbuat tidak jujur karena ingin mencari kenyamanan, kesenangan dan ketenangan,
demikian disampaikan oleh Sekjen Masyarakat Neurosains Indonesia, Taufiq Pasiak.
Beliau menambahkan, “usaha mencari kebahagiaan adalah sifat alamiah manusia.
Tetapi sebagian orang mencari kebahagiaan dengan berlaku tidak jujur. Padahal
kebahagiaan yang diperoleh dengan cara berdusta, manipulative, hingga tak
berlaku amanah itu bersifat sementara dan semu. Otak manusia, defaultnya diciptakan
oleh Allah agar manusia berbuat jujur, tetapi ada bagian otak manusia yang
berperan membuat manusia tidak jujur”, katanya
Pada
saat manusia dihadapkan pada hal-hal yang menuntut kejujuran, pikiran sadarnya akan
terusik. Proses ini berlangsung dibagian otak paling depan yang disebut Kortex
Prefrontalis. Bagian otak ini berperan dalam pengambilan keputusan, termasuk
tindakan menimbang, menganalisa, hingga memperhitungkan resiko, baik buruk
maupun untung rugi sebuah keputusan atau tindakan.
Proses
pengambilan keputusan sejatinya adalah proses berfikir. Dengan berfikir, setiap
stimulus yang muncul dipilah dan dipilih terlebih dahulu untuk selanjutnya memikirkan
tindakan apa yang akan dilakukan.
Kecepatan
berfikir untuk pengambilan keputusan berbeda pada tiap orang. Ada yang cepat namun
ada pula yang lambat. Kecepatan berfikir sangat tergantung pada dibiasakannya
atau tidak nya otak untuk berfikir. Ada sebagian orang yang tidak mampu memikirkan
tindakan yang akan dilakukan atau berfikir dengan tergesa-gesa. Adapula orang
yang berfikir setelah tindakan dilakukan. Itu menunjukkan stimulus yang ada
langsung direspon dengan tindakan impulsive yang terkadang destruktif dan
menimbulkan penyesalan.
Tindakan
yang diambil tanpa proses berfikir sebelumnya menunjukkan kurang berperannya kortex
prefrontalis. Bagian otak yang lebih mendominasi pengambilan keputusan yang
tergesa-gesa adalah system Limbik di otak bagian tengah. Sisteim Limbik mengatur
hal-hal terkait emosi seperti rasa takut, cemas atau khawatir. Karena emosi
lebih mengemuka dalam pengambilan keputusan, tindakan yang diambil adalah hal-hal
yang menenangkan dan menyenangkan emosi saja, tindakan untuk bertahan hidup
semata dan tidak memperhitungkan dampak jangka panjang.
Saat
berbuat jujur, otak mengeluarkan Serotonin dan Oksitosin, zat kimia pengirim
sinyal (neurotransmitter) yang membuat manusia merasa nyaman, tenang, lega dan
bahagia.
Adapun
saat berlaku tidak jujur, neurotransmitter yang muncul adalah Kortisol yang
membuat manusia merasa bersalah, stress, tertekan was-was dan tidak nyaman. Ini
yang membuat manusia tidak jujur selalu diliputi rasa ketakutan jika kebohongan
tertungkap.
EVOLUSI
OTAK
Menurut
Taufiq Pasiak, otak bagian depan manusia dan kortex prefrontalis adalah bagian otak
yang berkembang paling terakhir dalam evolusi otak mahluk hidup, hingga disebut
Neokortex. Otak berbagai binatang lebih banyak didominasi oleh otak
bagian tengah (tempat system Limbik) dan otak bagian belakang (Paleokeotex).
Kondisi ini membuat nilai kejujuran hanya ada pada manusai. Dominasi otak
bagian tengah dan belakang pada binatang membuat keputusan yang diambil binatang
hanya digunakan untuk bertahan hidup, tidak memperhitungkan benar atau salah.
Karena kemampuan berfikir di Neokortex inilah manusia disebut homosapiens
artinya mahluk yang bijaksana.
Karena
sudah ada dalam otak manusia, manusai tidak perlu diberi pelajaran kejujuran terlebih
dahulu untuk berbuat jujur. Kejujuran tidak berkaitan dengan pelajaran agama.
Ini membuat manusia yang tidak beragama pun bisa berbuat jujur. Agama memperpendek
proses pembelajaran tentang kejujuran dan menunnjukkna apa dan bagaimana
kejujuran itu, katanya. Sebelum ada agama, manusia harus berusaha keras
menjelaskan apa itu kejujuran dan dusta, kerna keduanya merupakan hal-hal yang
bersifat abstrak.
meski
kejujuran adalah bawaan manusia, tidak ada seseorang yang tidak pernah berbohong,
karena itu, bohong besar bila ada orang yang mengaku tidak pernah berbohong.
Dalam hidup manusia selalu ada hal-hal yang mengganggu kenyamanan dan
sifat alamiah manusia selalu ingin mempertahanakan kenyamanan itu, kalau perlu
berbuat tidak jujur.
Dalam
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, ada ketidakjujuran yang bisa ditolerir,
yang dikenal dengan istilah white lie (bohong putih). Tindakan itu biasanya
dilakukan untuk melindungi atau mencapai tujuan yang lebih besar. Mencontek,
memanipulasi anggaran atau berbohong dengan dalih melindungi Institusi tertentu
tidak termasuk dalam bohong putih, karena dalam jangka panjang perbuatan itu
memiliki daya rusak yang hebat.
Bagus
Riyono (dosen Psikologi Motivasi UGM) mengatakan : ketidakjujuran disebabkan tidak
adanya kearifan dalam bertindak. Akibatnya tindakan yang diambil lebih banyak
didasari atas kepentingan sementara, kepentingan pribadi atau kepentinga golongan,
keinginan berlebih terhadap materi atau pengakuan orang lain. Walhasil,
kepentingan jangka panjang dan yang lebih besarpun terabaikan.
PENDIDIKAN
Upaya
membentuk manusia yang jujur dapat dimulai dari pendidikan yang mengedepankan logika
siswa. Hal itu Karena kejujuran terkait dengan kemampuan berfikir atau menalar.
Kemampuan berfikir logis akan merangsang dan membiasakan kortesx prefonrtalis
siswa aktif bekerja. Selama system pendidikan Indonesa masih mengutamakan
kemampuan menghapal dan mengabaikan dengan menalar atau berfikir logis, maka
koruptor baru akan terus bermunculan di negeri ini.
Otak
bersifat plastis, alias mudah dibentuk,. Struktur otak dapat berubah akibat kondisi
lingkungan yang berubah. Karena itu, jika kemampuan menalar tidak dibangun,
jika otak tidak dibiasakan untuk menganalisa sesuatu, jika Kortex Prefrontalis
jarang di aktifkan melalui proses berfikir, maka proses pengambilan
keputusan yang mendorong berbuat untuk jujur pun tidak akan berkembang.
Bagus
menambahkan, kemampuan logika saja tidak cukup utnuk membangun kejujuran. Perbuatan
jahat juga bisa dicarikan penjelasan logisnya. Pendidikan yang mengedepankan
kemampuan bernalar juga harus diikuti pemahaman mengenai perspektif yang benar
tenatang hidup dan hakikat kehidupan
Keraifan,
perspektif hidup, dan hakikat kehidupan seharusnya dapat diperoleh siswa melalui
pendidikan agama. namun, Bagus yang juga Wail Ketua Asosiasi Psikologi Islami
menilai, pendidikan agama di Indonesai masih menitikberatkan pada hal-hal yang
bersifat ritual, bukan membangun spirirutal siswa.
Pendidikan
agama masih berorientasi pada persoalan syariat atau hukum agama, belum menyentuh
hakikat atau hal-hal dibalik syariat, demikian kata Bagus.
Wallahu’alam
bishoab..
Salam
YU